LEGENDA BLORA : KISAH ARYA PENANGSANG - JIPANG PANOLAN DAN ASAL MUASAL PAKAIAN JAWA
Keris Kyai Setan Kober adalah pusaka yang dibuat pada jaman mataram kuno. Keris Setan Kober adalah keris sakti mandraguna yang pernah dimiliki oleh Arya Penangsang dimana keris inilah yang nantinya justru membunuh sang pemilik sendiri. Pada saat itu, tombak Kyai Pleret yang dipakai oleh Sutawijaya mengenai lambung Arya Penangsang, hingga ususnya terburai. Kemudian Arya Penangsang dengan sigap, menyangkutkan buraian ususnya tersebut pada sarung atau hulu keris yang terselip di pinggangnya, dan terus bertempur. Saat berikutnya , ganti Sutawijaya yang terdesak hebat dan kesempatan itu digunakan oleh Arya Penangsang untuk segera menuntaskan perang tanding tersebut, dengan mencabut keris dari dalam wrangka yang menghunus. Tanpa disadari Arya, mata keris Setan Kober langsung memotong ususnya yang disangkutkan di bagian wrangkanya. Tamat sudah riwayat seorang Arya Penangsang yang tewas seketika.
Ki juru Mertani, yang merupakan penasehat dari Sutawijaya, terkesan menyaksikan betapa gagahnya Arya Penangsang, meskipun akhirnya harus tewas mengenaskan akibat usus yang terburai ketika sedang disangkutkan pada sarung kerisnya. Ia lalu memerintahkan agar anak laki-lakinya, saat sudah menikah kelak, agar meniru gaya Arya Penangsang, namun menggantikan buraian usus dengan rangkaian bunga melati. Dengan begitu, maka sang pengantin Pria akan tampak lebih gagah, dan tradisi tersebut hingga saat ini masih tetap digunakan, terutama oleh masyarakat Jawa.
Keris Kyai Setan Kober merupakan sebilah keris pusaka dengan jumlah luk 13 yang diciptakan oleh seorang Mpu yang bernama Mpu Bayu Aji pada zaman kerajaan Pajajaran. Mpu Bayu Aji adalah seorang Mpu yang sangat sakti serta berpengatahuan sangat luas. Beliau juga memiliki murid-murid dari golongan bangsa jin dan siluman, karena tempat tinggal sang mpu saat itu berada di tepi hutan yang sangat angker di daerah Cirebon. Karena kesaktian beliau, banyak dari golongan para jin yang selalu ingin menimba ilmu dan mengabdi padanya. Sang mpu merasa jengkel karena sering kali mendengar rengekan para jin yang ingin berguru padanya.
Hingga pada suatu hari, ketika sang Mpu akan menciptakan sebilah keris pusaka luk 13, dimana sang mpu sedang mengheningkan cipta untuk memasukkan daya magis pada keris tersebut, konsentrasinya sempat terganggu akibat ulah dan rengekan para jin. Akhirnya keris pusaka tersebut menjadi tidak sempurna, dan dinamakan dengan sebutan Keris Kyai Setan Kober. Keris ini tercipta akibat daya panas dan ambisi yang besar. Konon, keris ini pernah jatuh ke tangan Arya Penangsang, seorang Adipati Jipang – Panolan, pada masa Kerajaan Demak Bintoro ( 1521 – 1546 ).
Arya Jipang atau terkenal dengan sebutan Arya Penangsang, adalah bupati Jipang Panolan yang memerintah wilayah tersebut pada pertengahan abad ke-16. Ia telah melakukan pembunuhan terhadap Sunan Prawoto, raja terakhir Demak tahun 1549, namun dirinya sendiri kemudian akhirnya tewas ditumpas para pengikut Sultan Hadiwijaya, yang merupakan penguasa Pajang. Arya Penangsang juga terkenal seorang yang sakti mandraguna. Menurut silsilah keturunan, Ayah dari Arya Penangsang adalah Raden Kikin, putra dari Raden Patah yang merupakan raja pertama dari Kesultanan Demak. Ibu Raden Kikin sendiri adalah putri bupati Jipang sehingga ia mewarisi kedudukan kakeknya. Selain itu Arya Penangsang juga memiliki saudara dari lain ibu yang bernama Arya Mataram.
Ketika itu, Arya Penangsang telah mengutus empat orang pilihannya untuk membunuh saingan beratnya, yaitu Hadiwijaya, menantu Sultan Trenggana yang menjadi bupati Pajang. Meskipun keempatnya dibekali keris pusaka Kyai Setan Kober, ketika mereka sudah memasuki kamar, Sultan terbangun dan melemparkan selimutnya ke arah ke empat suruhan Arya penangsang tersebut yang kemudian terjadilah perkelahian. Mereka berempat akhirnya dapat dikalahkan oleh Hadiwijaya dan setelah di paksa mengaku untuk mengatakan siapa yang mengutus mereka, Hadiwijaya pun memaafkanya dan memberikan sejumlah uang. Hadiwijaya kemudian mendatangi Arya Penangsang untuk mengembalikan keris Setan Kober. Keduanya lalu terlibat pertengkaran dan di damaikan oleh Sunan Kudus. Hadiwijaya kemudian pamit untuk pulang, selanjutnya Sunan Kudus menyuruh Arya Penangsang berpuasa selama 40 hari untuk mendinginkan emosinya yang labil.
Dalam perjalanan pulang menuju kembali ke Pajang, rombongan Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja, tempat dimana Ratu Kalinyamat bertapa. Ratu Kalinyamat mendesak agar Hadiwijaya segera menumpas Arya Penangsang. Ia yang mengaku dirinya sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto, berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara apabila Hadiwijaya berhasil menang. Hadiwijaya merasa segan untuk memerangi Penangsang secara langsung, karena merasa masih merupakan sesama anggota keluarga Demak. Maka diumumkan sebuah sayembara, bahwa barangsiapa mampu membunuh Arya Penangsang, maka dia akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi, ikut mendaftar sayembara tersebut. Hadiwijaya memberikan pasukan Pajang untuk turut membantu karena anak angkatnya, yaitu Sutawijaya, yang merupakan putra kandung Ki Ageng Pemanahan, juga ikut serta dalam rombongan tersebut. Ketika pasukan Pajang datang menyerang Jipang, Arya Penangsang saat itu sedang berpesta merayakan keberhasilannya berpuasa selama 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuat Arya tidak mampu lagi menahan emosinya. Meskipun sudah disabarkan oleh saudaranya, Arya Mataram, namun Penangsang tetap berangkat ke medan perang memenuhi tantangan dari rombongan pasukan Pajang. Perang antara pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Perut Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip dipinggang.
Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang terpotong sehingga menyebabkan kematiannya. Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia ketika itu diperintahkan ayahnya turut serta turun ke medan perang, setelah sebelumnya Hadiwijaya merasa tidak tega meninggalkan anaknya yang merengek dan meminta ikut bertempur, dengan di kawal pasukan Pajang sebagai pelindung. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun. Akan tetapi cerita kekalahan Arya Penangsang akhirnya sengaja di rekayasa dengan laporan palsu bahwa kematian Arya Penangsang diakibatkan setelah dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi, karena jika Sultan Hadiwijaya sampai mengetahui kisah yang sebenarnya bahwa pembunuh Bupati Jipang Panolan adalah anak angkatnya sendiri, dikhawatirkan ia akan lupa memberikan hadiah yang telah dijanjikan sebelumnya.
Kisah kematian Arya Penangsang sejak saat itu telah melahirkan tradisi baru dalam seni pakaian Jawa, khususnya busana pengantin pria. Pangkal keris yang dipakai oleh sang pengantin pria seringkali dihiasi dengan untaian bunga mawar dan bunga melati. Hal ini merupakan suatu lambang yang mengingatkan agar supaya pengantin pria tersebut tidak berwatak pemarah dan ingin menang sendiri atau egois, sebagaimana watak seorang Arya Penangsang, yang akhirnya merugikan dirinya sendiri. Hingga kini kebiasaan tersebut masih sering di gunakan dalam acara pernikahan dengan adat Jawa.
[]Lovalia : Berbagai Sumber
Note : karena penulis adalah pemuda yang terlahir di era modern jauh sebelum kisah ini terjadi, maka mohon kiranya jika ada kesalahan/ kekurangan dalam penulisan ini pembaca bisa meluruskan dan mengoreksi secara bijak
0 komentar: